Hak Pengelolaan atau HPL didalam tatanan peraturan pertanahan di Indonesia tidak diatur secara jelas didalam Undang-Undang, akan tetapi dapat ditemui didalam peraturan menteri, dalam hal ini tentu peraturan Menteri Agraria.
Lalu seperti apakah kedudukan HPL ini? apakah HPL ini merupakan suatu hak atas tanah atau Hak Menguasai atas Tanah Negara?
Sebagaimana kita ketahui didalam UUPA (Undang – Undang Pokok Agraria) kita mengenal beberapa hak atas tanah antara lain :
- Hak Milik;
- Hak Guna Usaha (HGU);
- Hak Guna Bangunan;
- Hak Pakai;
- Hak Sewa untuk Bangunan;
- Hak Membuka Tanah;
- Hak Memungut Hasil Hutan;
- Hak Atas Tanah yang akan ditetapkan dengan undang-undang.
Selain hak atas tanah sebagaimana tersebut diatas, ada pula hak atas tanah yang bersifat sementara, yaitu : Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang dan Hak Sewa Tanah Pertanian.
Kalau begitu, dimanakah kedudukan HPL atau Hak Pengelolaan ini? Mari kita bedah bersama-sama.
Daftar Isi
Dasar Hukum
- Peraturan Pemerintah No 8 Tahun 1953 Tentang Penguasaan Tanah-Tanah Negara
- Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang dikenal dengan UUPA;
- Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara dan Ketentuan-Ketentuan Tentang Kebijaksanaan Selanjutnya;
- Peraturan Menteri Agraria / Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan;
Sejarah Hak Pengelolaan (HPL)
Menurut penjelasan Dr. Iing R. Sodikin Arifin, Tenaga Ahli Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, bahwa Istilah HPL pertamakali disebut didalam PP No. 8 Tahun 1953 (LN 1953 No.14) tentang Penguasaan Tanah-tanah Negara yang diterbitkan sebelum berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 (LN 1960 No. 104) Tentang UUPA.
Dalam Penjelasan umum PP No. 8 Tahun 1953 (LN 1953 No.14) ini adanya prinsip hukum bahwa pada dasarnya setiap bidang tanah Negara itu sudah dianggap masuk dalam penguasaan suatu Departemen sekalipun menurut kenyataannya (fisik) tidak terlihat sesuatu penguasaan (beheersdaad)
Keadaan hukum ini disebut “beheersrecht” atau Hak Penguasaan.
Pada dasarnya Hak penguasan tanah Negara adalah untuk dipakai sendiri dan digunakan untuk keperluan menjalankan tugas-tugas pemerintahan, sedangkan dalam Ketentuan Khusus, Hak penguasaan dapat bertujuan untuk kemudian diberikan kepada pihak ketiga dengan sesuatu hak.
Pengertian yang pertama yang kemudian disebut dengan Hak Pakai Instansi Pemerintah dengan maksud digunakan sendiri secara langsung sebagai infrastruktur di dalam menjalankan tugas pemerintahan sedangkan pengertian yang kedua adalah cikal bakal hak penguasaan yang kemudian menjadi Hak Pengelolaan;
Pasal 2 ayat (4) UUPA No. 5/1960 yang menyebutkan bahwa hak menguasai Negara tersebut pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada Daerah-daerah swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat yang didalam penjelasan umum diuraikan bahwa disam ping hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan atau hak pakai untukperorangan atau badan hukum, maka kepada Badan penguasa (Departemen, Jawatan atau Daerah swatantra) dapat diberikan pengelolaan untuk dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya masing-masing.
Menurut Peraturan Menteri Agraria No. 9 Tahun 1965 jo No. 1 Tahun 1966, hak penguasaan yang sifat dan tujuan penggunaannya sebagaimana dimaksud dan diuraikan menurut ketentuan PP No. 8 Tahun 1953 diatas, dikonversi dan didaftarkan menjadi Hak Pakai atau Hak Pengelolaan. Berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri dalam Negeri No. 5 tahun 1974 jo No. 1 Tahun 1977 pemberian HPL tidak lagi melalui pendaftaran konversi melainkan harus melalui mekanisme dan tata cara proses penetapan hak.
Pengertian Hak Pengelolaan (HPL)
Pengertian Hak Pengelolaan terdapat pada Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah, yaitu “hak menguasai Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya“.
Pengertian yang sama tentang Hak Pengelolaan disebutkan dalam :
- Pasal 1 angka 4 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997;
- Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah terlantar;
- Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1998 tentang Pedoman Penetapan Uang Pemasukan Dalam Pemberian Hak Atas Tanah Negara,
- Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan,
- Pasal 1 angka 3 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 1 Tahun 2011 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah Tertentu,
- dan Pasal 1 angka 3 Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1997 tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Sangat Sederhana dan Rumah Sederhana.
Pengertian lebih lengkap dapat ditemukan pada Pasal 1 PP No 112 Tahun 2000 tentang Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Karena Pemberian Hak Pengelolaan, yaitu :
Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara atas tanah yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya untuk merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah, menggunakan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, menyerahkan bagian-bagian tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga.
Dari pengertian Hak Pengelolaan di atas menunjukkan bahwa Hak Pengelolaan merupakan hak menguasai Negara atas tanah sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 2 UUPA, bukan hak atas tanah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4, Pasal 16 ayat (1), dan Pasal 53 UUPA. Namun demikian Hak Pengelolaan bukan murni hak menguasai negara atas tanah melainkan hanya pelimpahan sebagian kewenangan atas hak menguasai negara atas tanah.
Subjek Hak Pengelolaan
Hak Pengelolaan dapat diberikan kepada :
- Instansi Pemerintah, termasuk Pemerintah Daerah;
- Badan Usaha Milik Negara (BUMN);
- Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);
- PT Persero;
- Badan Otorita;
- Badan-badan hukum Pemerintah lainnya yang ditunjuk oleh Pemerintah.
Berdasarkan Pasal 67 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 9 Tahun 1999 sebagaimana tersebut diatas, bahwa hak pengelolaan tidak diberikan kepada perorangan baik warga negara Indonesia maupun asing, badan hukum swasta baik yang didirikan di Indonesia dan berkedudukan di Indonesia atau perwakilan badan hukum asing yang berkedudukan di Indonesia.
Objek Hak Pengelolaan
Objek tanah Hak Pengelolaan adalah ada 2 berdasarkan tatacara perolehan Hak Pengelolaan sebagaimana peraturan perundang-undangan, bahwa Hak Pengelolaan dapat diperoleh dari :
- Konversi atas hak penguasaan atau hak beheer ( Peraturan Menteri Agraria No. 9 Tahun 1965)
- Pemberian Hak atas Tanah Negara ( Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999)
Tanah yang telah memiliki hak atas tanah (HGU, HGB, Hak Milik) dapat diajukan menjadi Hak Pengelolaan setelah dilepaskan terlebih dahulu menjadi Tanah Negara.
Dalam perkembangan penggunaannya, objek HPL ini berupa tanah pertanian dan non pertanian, yang akan kita bahas pada jenis-jenis HPL.
Tata Cara Perolehan Hak Pengelolaan
Secara garis besar, tahapan-tahapan perolehan Hak Pengelolaan pemberian hak, yaitu:
- Calon pemegang Hak Pengelolaan mengajukan permohonan pemberian Hak Pengelolaan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia melalui Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan;
- Atas permohonan pemberian hak tersebut, Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia menerbitkan Surat Keputusan Pemberian Hak Pengelolaan;
- Surat Keputusan Pemberian Hak Pengelolaan didaftarkan oleh pemohon Hak Pengelolaan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan untuk diterbitkan Sertipikat Hak Pengelolaan sebagai tanda bukti hak.
Untuk lebih jelasnya, perolehan HPL dapat dilihat dari bagan dibawah ini :
Jangka Waktu Hak Pengelolaan
Hak Pengelolaan diberikan kepada penerima hak dengan jangka waktu selama tanah tersebut dipergunakan sesuai dengan peruntukannya. Dengan kata lain bahwa pemberian HPL ini tidak memiliki jangka waktu dengan syarat tanah tersebut masih dipergunakan sebagaimana keputusan pemberian HPL oleh pejabat yang berwenang (Menteri ATR/BPN)
Biaya Permohonan Hak Pengelolaan
Biaya pengurusan HPL dibedakan menjadi 3 macam yaitu :
- PNBP atau Biaya Pemasukan Negara Bukan Pajak
- Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
- Biaya transfortasi, akomodasi dan konsumsi (biaya operasional) sesuai Pasal 21 PP No 128 Tahun 2015 dinyatakan bahwa biaya trasfortasi, akomodasi dan konsumsi dibebankan kepada wajib bayar
Hal-hal yang mempengaruhi besar kecilnya ketiga biaya tersebut diatas tentu saja pada luas areal yang dimohon HPL, jumlah bidang tanah (jumlah hamparan bidang tanahnya) dan letak administratif di pemerintahan yang mempengaruhi juga nilai objek tanah tersebut (NJOP)
a. PNBP (Pemasukan Negara Bukan Pajak)
Pemasukan Negara Bukan Pajak dikenakan dalam beberapa layanan di Kementerian ATR/BPN yaitu :
PENGUKURAN
Tarif PNBP untuk layanan pengukuran dibedakan berdasarkan luasan lahan yang dimohon pengukuran.
Luas Tanah sampai dengan 10 Ha, tarif PNBP dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Tarif Ukur (TU) = ((Luas Tanah (m2) : 500) x HSBKu) + Rp. 100.000,-
Luas Tanah lebih dari 10 Ha sampai dengan 1000 Ha, tarif PNBP dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Tarif Ukur (TU) = ((Luas Tanah (m2) : 4000) x HSBKu) + Rp. 14.000.000,-
Luas Tanah lebih dari 1000 Ha, tarif PNBP dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Tarif Ukur (TU) = ((Luas Tanah (m2) : 10.000) x HSBKu) + Rp. 134.000.000,-
HSBKu merupakan Harga Satuan Biaya Khusus Pengukuran yang besarnya dapat dilihat pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 132/PMK.02/2010 Tentang Indeks Dalam Rangka Penghitungan Penetapan Tarif Pelayanan PNBP Pada Badan Pertanahan Nasional yang telah dirubah melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.02/1012.
PEMERIKSAAN TANAH
Tarif PNBP untuk layanan Pemeriksaan Tanah oleh Tim Peneliti Tanah dihitung berdasarkan rumus :
Tpp=((luas (m2) : 500) x HSBKpp) + Rp.350.000,-
HSBKpp adalah Harga Satuan Biaya Khusus Pantiai Pemeriksa Tanah sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 132/PMK.02/2010 Tentang Indeks Dalam Rangka Penghitungan Penetapan Tarif Pelayanan PNBP Pada Badan Pertanahan Nasional.
b. BPHTB
Pemberian Hak Pengelolaan oleh Menteri ATR/BPN dikenakan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Adapun tarif BPHTB adalah 5% dari Nilai Objek Tanah setelah dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP)
c. Biaya Konsumsi, Transfortasi dan Akomodasi
Komponen biaya operasional yang terdiri dari biaya transfortasi, akomodasi dan konsumsi dihitung berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di daerah dimana objek tanah yang dimohon HGU tersebut berada.
Kewenangan Pemegang HPL
Sebagaimana hak atas tanah yang mengatur hak, kewajiban dan larangan bagi pemegang haknya, demikian pula dengan Hak Pengelolaan yang diberikan wewenang, hak, kewajiban dan larangan.
Berdasarkan Pasal 1 dan Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1977 tentang Tata Cara Permohonan dan Penyelesaian Pemberian
Hak Atas Bagian-bagian Tanah Hak Pengelolaan serta Pendaftarannya. Hak Pengelolaan berisikan kewenangan untuk:
- Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah tersebut;
- Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan usahanya;
- Menyerahkan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dalam bentuk Hak Milik, Hak Guna Bangunan, atau Hak Pakai menurut persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan pemegang hak tersebut, yang meliputi segi-segi peruntukan, penggunaan, jangka waktu, dan keuangannya, dengan ketentuan bahwa pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga yang bersangkutan dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berwenang, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 112 Tahun Hak Pengelolaan berisikan kewenangan untuk:
- merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah tersebut;
- menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya;
- menyerahkan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga.
Kewajiban Penerima/Pemegang HPL
Kewajiban pemegang HPL tertuang dalam surat keputusan pemberian HPL oleh Menteri ATR/BPN antara lain :
- Berkewajiban untuk mendaftarkan SK pemberian HPL kepada Kepala Kantor Petanahan dimana objek HPL berada dengan menunaikan pembayaran atas pendaftaran tersebut sesuai peraturan perundang-undangan.
- Membayar BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) dengan besaran 5% dari nilai tanah setelah dikurangi NPOPTKP.
- Pemegang HPL juga wajib mempergunakan/memanfaatkan tanah sesuai dengan peruntukan, sifat dan tujuan dari hak yang diberikan serta tidak diterlantarkan
- Pemegang HPL wajib memelihara keberadaan tanda-tanda batas bidang tanah.
Pemanfaatan Tanah diatas HPL dan Hak Atas Tanah Yang Dapat Diberikan diatas HPL
Tanah Hak Pengelolaan dapat dipergunakan sendiri oleh pemegang haknya
dan dapat dipergunakan oleh pihak lain atas persetujuannya. Dalam hal dipergunakan oleh pihak lain adalah merupakan salah satu kewenangan pemegang HPL yaitu menyerahkan bagian-bagian tanah HPL dalam bentuk Hak Milik, Hak Guna Bangunan, atau Hak Pakai ( Catatan : Terhadap Hak Milik diatas HPL pernah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1977 tentang Tata Cara Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-Bagian Tanah Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya, namun sekarang sudah dicabut dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, yang mana Peraturan Perundang-undangan yang mengatur lebih lanjut mengenai HM di atas HPL belum diterbitkan kembali.)
Berdasarkan hal tersebut diatas maka pemanfaatan Tanah oleh pihak lain Di Atas Hak Pengelolaan (HPL) diperbolehkan oleh peraturan perundangan melalui Surat Perjanjian Penggunaan Tanah (SKPT) yang memenuhi asas kebebasan berkontrak dalam KUH Perdata.
Diatas tanah HPL berdasarkan SKPT tersebut dapat diberikan dengan Hak Atas Tanah. Berdasarkan PP No 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Atas Tanah bahwa hak atas tanah yang dapat diberikan diatas Hak Pengelolaan adalah :
- Hak Guna Bangunan (HGB);
- Hak Pakai
HGU maupun HP diatas tanah HPL dapat diperpanjang/diperbaharui sepanjang telah mendapatkan izin dari Pemegang HPL.
Apakah Hak Pengelolaan (HPL) Dapat Dijadikan Sebagai Jaminan Hutang/Hak Tanggungan?
Hak Pengelolaan tidak bisa dijadikan jaminan atas hutang sehingga tidak bisa diberikan hak tanggungan. Akan tetapi hak atas tanah (HGB dan HP) yang diberikan diatas HPL dapat dijadikan Hak Tanggungan selama mendapatkan izin dari pemegang HPL.
Jenis-Jenis HPL
- HPL Pelabuhan. Sebagian wewenang hak menguasai negara pendukung fungsi kawasan atas tempat berupa daratan dan perairan sebagai tempat kegiatan pemerintah dan ekonomi berfungsi sebagai intra dan moda transportasi pelayaran berserta transportasi penunjangnya (PP. no. 69 tahun 2001 tentang kepelabuhanan).
- HPL Otorita. Sebagian wewenang hak menguasai negara atas kawasan yang merupakan wilayah jurisdiksi pembangunan yang harus dikelola sesuai dengan sebagian tugas, fungsi dan kewenangan pemerintahan yang diberikan kepadanya (Keppres no. 41 tahun 1973 tentang daerah industri pulau batam jo. keppres no. 94 tahun 1998)
- HPL Perumnas. Sebagian wewenang hak menguasai negara dalam rangka menyalurkan tugas pemerintah dibidang pembangunan perumahan dan mengalihkan asset pemerintah tersebut kepada pihak ketiga (PP. no. 12 tahun 1988 tentang perum perumnas)
- HPL Transmigrasi. Sebagian hak menguasai negara yang dikuasakan kepada departemen transmigrasi untuk mengelola kawasan lahan usaha, sarana pemukiman transmigrasi yang akan berakhir sejak diserahkannya bagian-bagian tersebut kepada para transmigrasi (UU NO. 15 TAHUN 1997 TENTANG KETRANSMIGRASIAN)
- HPL Instansi Pemerintah. Sebagian hak menguasai negara yang dikuasakan kepada instansi pemerintah dalam rangka mendayagunakan asset pemerintah sesuai dengan maksud dan tujuannya (contoh bpgs dengan keppres no. 79 tahun 1999 dan bpkk dengan keppres no. 73 tahun 1999).
- HPL Industri/Pertanian/Pariwisata/Perkeretaapian. Sebagian hak menguasai negara yang dikuasakan kepada pemegangnya untuk menjalankan fungsi kawasan industri, pertanian/pariwisata, perdagangan (contoh pp no. 19 tahun 1998 tentang pengalihan bentuk perum kereta api menjadi persero)
- HPL Lainnya. (contoh pp. no. 34 tahun 1990 tentang pendirian perusahaan perseroan (persero) dalam bidang pengelolaan kawasan industri tertentu yang diberikan status sebagai kawasan berikat)
Kedudukan Hak Pengelolaan (HPL) dalam Hukum Tanah Nasional
Terdapat perbedaan pendapat antara para ahli / pakar hukum tanah di Indonesia mengenai kedudukan Hak Pengelolan (HPL) di Indonesia, dimana sebagian menyatakan bahwa HPL bukan merupakan hak atas tanah dan sebagian lainnya menyatakan kebaliknya yaitu HPL merupakan hak atas tanah didasarkan pada perlakuan dan peraturan perundang-undangan.
HPL Merupakan Hak Menguasai Negara atas Tanah (Bukan Merupakan Hak Atas Tanah)
Pakar hukum pertanahan yang berpendapat bahwa HPL merupakan hak menguasai negara atas tanah antara lain :
- Boedi Harsono. Beliau menyatakan bahwa Hak Pengelolaan dalam sistematika hak penguasaan atas tanah tidak dimasukkan dalam golongan hak-hak atas tanah, melainkan merupakan “gempilan” hak menguasai negara atas tanah.
- Maria S.W. Sumardjono juga menyatakan bahwa Hak Pengelolaan merupakan “bagian” dari hak menguasai negara yang (sebagian) kewenangannya dilimpahkan kepada pemegang Hak Pengelolaan. Oleh karena itu, Hak Pengelolaan itu merupakan fungsi/kewenangan publik, sebagai hak menguasai negara, dan tidak tepat disamakan dengan “hak” sebagaimana diatur dalam Pasal 16 UUPA karena hak atas tanah hanya menyangkut aspek keperdataan.
Adapun peraturan dan perundang-undangan yang mengatur HPL sebagai hak menguasai negara atas tanah antara lain :
- Dalam Pasal 2 ayat (3) UU No. 20 Tahun 2000;
- Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996;
- Pasal 1 angka 4 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997;
- Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 1997;
- Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 112 Tahun 2000;
- Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2010;
- Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1998;
- Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999;
- Pasal 1 angka 3 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 1 Tahun 2011;
- Pasal 1 huruf c Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1997 ditetapkan bahwa Hak Pengelolaan adalah menguasai negara atas tanah yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya
HPL Merupakan Hak Atas Tanah
Pakar hukum pertanahan yang berpendapat bahwa HPL merupakan hak atas tanah antara lain :
- A.P. Parlindungan menyatakan bahwa Hak Pengelolaan adalah suatu hak atas tanah yang sama sekali tidak ada istilahnya dalam Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) dan khusus hak ini demikian pula luasnya terdapat di luar ketentuan UUPA;
- Effendi Perangin menyatakan bahwa Hak Pengelolaan termasuk hak atas tanah yang didaftarkan menurut Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah.
HPL yang disejajarkan dengan hak atas tanah juga didukung melalui peraturan perundang-undangan yaitu
- Dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 16 Tahun 1985;
- Pasal 9 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997;
- Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2010;
- Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5 Tahun 1974;
- Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999 ditetapkan bahwa Hak Pengelolaan disejajarkan dengan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai.
Apakah HPL dapat Dialihkan atau Dilepaskan?
Mengingat subjek HPL yang telah diatur didalam Permenag No 9 tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan serta HPL yang merupakan hak menguasai negara atas tanah yang sebagian kewenangannya dilimpahkan kepada pemegang hak, maka HPL tidak dapat dialihkan.
Namun demikian, sebagaimana Hak atas tanah yang dapat dilepaskan atau
diserahkan oleh pemegang haknya untuk kepentingan umum atau kepentingan pihak lain dengan atau tanpa pemberian ganti kerugian. Hak Pengelolaan pun juga dapat dilepaskan atau diserahkan oleh pemegang
haknya untuk kepentingan umum atau kepentingan pihak lain dengan atau tanpa pemberian ganti kerugian;
Hak Guna Usaha diatas HPL
Dicuplik dari https://properti.kompas.com/read/2020/06/17/131247821/hgu-di-atas-hpl-disebut-bisa-redam-konflik-pertanahan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengenalkan konsep pemberian Hak Guna Usaha ( HGU) dan Hak Pengelolaan (HPL) dengan jangka waktu 90 tahun.
Usulan ini tercantum dalam Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta Kerja Bab Pertanahan Pasal 127.
Menurut Staf Ahli Menteri ATR/BPN Bidang Landreform dan Hak Masyarakat Atas Tanah Andi Terisau, pemberian HGU di atas HPL dapat memperkecil potensi terjadinya konflik pertanahan. “Khususnya perambahan area HGU yang telah berakhir hanya waktunya karena statusnya kembali menjadi HPL atas nama subyek tertentu,”
Dia menambahkan, konflik pertanahan yang berkembang di masyarakat, terjadi di tanah yang status HGU-nya belum sempat diperpanjang. Sehingga, statusnya adalah tanah negara yang dianggap dapat diokupasi pihak lain oleh sebagian masyarakat.
Demikian Sahabat, ulasan mengenai Hak Pengelolaan (HPL) yang tentu saja masih perlu penyempurnaan lagi, sehingga jika Anda memiliki kritik dan saran atas artikel ini, jangan sungkan untuk berkomentar di kolom komentar yang ada dibawah artikel ini. Jika artikel ini berguna, silahkan share.