Mencari Berkah (Tabarruk)

Berkah artinya kebaikan yang banyak atau kebaikan yang tetap dan tidak hilang. Keberkahan berasal dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Namun Allah Azza wa Jalla mengkhususkan sebagian berkah-Nya kepada seorang hamba atau makhluk tertentu yang dikehendaki-Nya. Oleh karena itu, seseorang atau suatu makhluk atau benda tidak boleh dinyatakan mempunyai berkah kecuali berdasarkan dalil (dari Al-Qur-an atau as-Sunnah yang shahih).

Fenomena di negeri kita, mencari berkah (ngalap berkah) banyak dilakukan oleh masyarakat. Namun diantaranya mereka melakukan ngalap berkah / tabarruk dengan cara-cara yang tidak syar’i yaitu yang tidak berdasarkan dalil. Begitu banyak kuburan-kuburan yang dijadikan tempat untuk mencari keberkahan, sampai-sampai masyarakat rela bersafar jauh demi menuju kuburan-kuburan tersebut, mereka berdiam di kuburan, mengusap-ngusap kuburan untuk mencari keberkahan, bahkan mengambil sebagian tanah dari kuburan tersebut sebagai obat. Demikian juga meyakini bahwa berdoa dan sholat serta membaca al-Qur’an di kuburan lebih berkah. Karenanya mereka membangun kubah atau bangunan yang tinggi di atas kuburan-kuburan tersebut untuk lebih menyiapkan sarana dan prasarana dalam mencari keberkahan dari kuburan-kuburan tersebut. Hal ini berpotensi menjerumuskan mereka kedalam perbuatan syirik baik itu syirik kecil sampai syirik besar.

Lalu bagaimana kita mencari berkah yang sesuai syar’i?

Mencari Berkah (Tabarruk) Yang Disyariatkan

Mencari Berkah (Tabarruk)

Allāh Subhānahu wa Ta’āla adalah Dzat yang berbarakah, artinya zat yang banyak kebaikannya.

Allāh berfirman:

تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ

Dan Allāh adalah Dzat yang memberikan keberkahan atau kebaikan kepada sebagian makhluqNya, sehingga makhluq tersebut menjadi makhluq yang berbarakah dan banyak kebaikannya. ( Q.S Al-A’rāf 54)

Ka’bah diberikan barakah oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla dan cara mendapatkan barakahnya adalah dengan melakukan ibadah disana.

Allāh berfirman :

إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ

’’Sesungguhnya rumah yang pertama yang di letakkan bagi manusia untuk beribadah adalah rumah yang ada di Makkah yang berbarakah dan petunjuk bagi seluruh alam‘’. (QS Āli ‘Imrān 96)

Malam Laylatul Qadr adalah malam yang berbarakah dan cara mendapatkan berkahnya dan juga kebaikannya adalah dengan melakukan ibadah di malam tersebut

Allāh Subhānahu wa Ta’āla juga berfirman :

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ ۚ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ

’’Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Qurān pada malam yang berbarakah, sesungguhnya Kami memberikan peringatan’’. (Ad-Dukhān ayat 3)

Tidak Boleh Meminta Berkah tanpa Ada Dalil

Kita sebagai seorang muslim wajib meyakini adanya berkah yang dimiliki oleh benda atau mahluk apabila didukung oleh dalil. Mencari berkah (Tabarruk) termasuk perkara yang berdasarkan kepada nash. Untuk itu tidak boleh bertabarruk kepada se-suatu kecuali pada hal yang telah dinyatakan oleh dalil.

Dengan demikian, kita tidak boleh mencari berkah (tabarruk)kepada manusia beserta peninggalannya, kecuali kepada pribadi dan peninggalan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup dan tidak berlaku lagi setelah wafatnya. Semua barang peninggalan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah tidak ada dan lenyap. Setelah wafatnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak ada seorang pun dari Sahabat yang bertabarruk kepada diri Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiyallahu anhu dan lainnya. Jika kepada Abu Bakar yang dijamin masuk Surga saja tidak diperbolehkan bagi seorang pun untuk bertabarruk kepadanya, apalagi kepada orang selain beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Tidak boleh mempunyai i’tiqad (keyakinan) tentang sesuatu kecuali berdasarkan dalil. Karena itu tidak boleh menganggap sesuatu mengandung berkah kecuali dengan dalil. Demikian pula tidak boleh bertabarruk dengan sesuatu, apakah itu berupa pohon, batu, kuburan atau lainnya kecuali dengan dalil.

Bertabarruk dengan sebab yang tidak disyari’atkan bisa menyebabkan terjerumus perbuatan syirik

Adapun meminta barakah dari Allāh dengan sebab yang tidak disyari’atkan seperti dengan mengusap dinding masjid tertentu, mengambil tanah kuburan tertentu, mencium batu nisan tertentu, mengambil air peninggalan orang soleh dan lain-lain, maka ini termasuk dalam syirik kecil. Syirik kecil apabila seseorang mencari keberkahan dengan keyakinan bahwa benda-benda tersebut hanyalah sebab yang Allah alirkan keberkahan melalui benda-benda tersebut. Persis seperti keyakinan orang-orang yang memakai jimat, yaitu meyakini bahwa jimat tersebut hanya sebab dan keberhasilan dari Allah.

Namun menjadi syirik akbar jika ia meyakini bahwa dengan menempelkan tangannya baik itu di kuburan, batu, pohon, ataupun dengan duduk di kuburan, semua itu diyakini mendekatkan dirinya kepada Allah dan bukan hanya sekedar mendapatkan keberkahan tapi juga mendekatkan diri kepada Allah, maka kuburan tersebut, atau penghuni kuburan tersebut, ataupun tempat berkah tersebut telah dijadikan tandingan bagi Allah.

أَفَرَأَيْتُمُ اللاتَ وَالْعُزَّى (١٩) وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الأخْرَى (٢٠) أَلَكُمُ الذَّكَرُ وَلَهُ الأنْثَى (٢١) تِلْكَ إِذًا قِسْمَةٌ ضِيزَى (٢٢) إِنْ هِيَ إِلا أَسْمَاءٌ سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الأنْفُسُ وَلَقَدْ جَاءَهُمْ مِنْ رَبِّهِمُ الْهُدَى (٢٣)

“Maka apakah patut kalian (hai orang-orang musyrik) menganggap Al lata dan Al Uzza dan Manat yang ketiga (( Al-Laata, Al-Uzza dan Manat adalah nama berhala-berhala yang dipuja orang arab jahiliyah)) . Apakah (patut) untuk kamu (anak) laki- laki dan untuk Allah (anak) perempuan?([3]) yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil. Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang diada-adakan oleh kamu dan bapak-bapak kamu; Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun untuk (menyembah)nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaa-sangkaan dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka; padahal sesungguhnya tidak datang kepada mereka petunjuk dari Tuhan mereka.” (QS. An Najm: 19-23).

Abi Waqid Al Laitsi menuturkan: “Suatu saat kami keluar bersama Rasulullah menuju Hunain, sedangkan kami dalam keadaan baru saja lepas dari kekafiran (masuk Islam), disaat itu orang-orang musyrik memiliki sepokok pohon bidara yang dikenal dengan Dzatu Anwath, mereka selalu mendatanginya/berdiam dan menggantungkan senjata-senjata perang mereka pada pohon tersebut, di saat kami sedang melewati pohon bidara tersebut, kami berkata: “ya Rasulullah, buatkanlah untuk kami Dzatu anwath sebagaimana mereka memilikinya”. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:

اللهُ أَكْبَرُ إِنَّهَا السُّنَنُ، قُلْتُمْ وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ كَمَا قَالَتْ بَنُو إِسْرَائِيْلَ لِمُوْسَى- اجْعَل لَّنَا إِلَـٰهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ ۚ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ لَتَرْكَبُنَّ سُنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ

“Allahu Akbar, itulah tradisi (orang-orang sebelum kalian) demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya, kalian benar-benar telah mengatakan suatu perkataan seperti yang dikatakan oleh Bani Israel kepada Musa: “buatkanlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka memiliki sesembahan, Musa menjawab: sungguh kalian adalah kaum yang tidak mengerti (faham)” kalian pasti akan mengikuti tradisi orang-orang sebelum kalian.”(HR. Turmudzi, dan dia menshahihkannya).

Daftar Pustaka :

  1. Syech Muhammad Bin Abdul Wahab, Kitab Tauhid. versi terjemah islamhouse.com
  2. Almanhaj.or.id. https://almanhaj.or.id/2459-tabarruk-mencari-berkah.html diakses tanggal 27 Maret 2021