Setelah kita membaca salah satu do’a iftitah didalam shalat, langkah selanjutnya kita membaca ta’awudz. Sebagian jumhur ulama menyatakan bahwa membaca ta’awudz ini hukumnya sunnah, akan tetapi sebagian lagi menyatakan wajib berdasarkan firman Allah didalam Alqur’an Surah An-Nahl ayat 98sebagai berikut :
فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
Artinya : “Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk”. Ta’awudz sebelum membaca Al-fatihah atau sesudah membaca doa iftitah ini dibaca pelan, baik oleh makmum, imam, maupun orang yang shalat sendirian.
Daftar Isi
Macam-macam Bacaan Ta’awudz
Bacaan istinbath para Ulama dari surat anNahl ayat 98:
Arab :
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْم
Latin : A’udzu billahi minasy syaithooni minasy syaithonir rojiim
Artinya : “Aku berlindung kepada Allah dari syaitan yang terkutuk “ Dijelaskan oleh Imam al-Qurthuby dalam tafsirnya (1/86) bahwa ucapan ini adalah ucapan yang disepakati jumhur para Ulama’ karena sesuai dengan yang disebutkan dalam Al-Quran (AnNahl :98).
Bacaan ta’awudz dari Abu Said al-Khudriy riwayat Abu Dawud, atTirmidzi
Arab :
أَعُوذُ بِاللَّهِ السَّمِيعِ الْعَلِيمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ
Latin :A’udzu billahis samii’il ‘aliim, minasy syaithoonir rojiim min hamzihi wa nafkhihi wa naftsih
Artinya: “Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari syaitan yang terkutuk dari bisikan was-wasnya, tiupannya, dan ludahnya.” (HR. Abu Daud no. 775 dan Tirmidzi no. 242. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan sanad hadits ini hasan. )
Bacaan ta’awudz dari Abu Said al-Khudriy riwayat Abu Ya’la
Disebutkan dalam Bulughul Maram, Hadist ini diriwayatkan lima imam, diantaranya dalam HR Abu Dawud, nomor 775. HR At-Turmudzi, nomor 242 (Sifat Shalat Nabi, Syaikh Muhammad Al-Utsaimin, Penerbit Ummul Qura, Hal.119)
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ مِنْ نَفْخِهِ وَنَفْثِهِ وَهَمْزِهِ
“Aku berlindung kepada Allah dari (gangguan) syaitan yang terkutuk, dari tiupan, hembusan dan bisikannya”
Kapan Membaca Ta’awudz?
Ta’awudz dibaca pada raka’at pertama sebelum memulai membaca surat Alfatihah setelah membaca doa istiftah. Menurut pendapat yang lebih kuat, ta’awudz hanya ada pada rakaat pertama karena inilah yang dituntunkan dalam hadits yang membicarakan tentang perintah membaca ta’awudz.
Dalam hadits Abu Sa’id Al Khudri, beliau berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا قَامَ إِلَى الصَّلاَةِ بِاللَّيْلِ كَبَّرَ ثُمَّ يَقُولُ « سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ وَتَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ ». ثُمَّ يَقُولُ « اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا ». ثُمَّ يَقُولُ « أَعُوذُ بِاللَّهِ السَّمِيعِ الْعَلِيمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ »
“Saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memulai shalat di malam hari, beliau bertakbir lantas mengucapkan, “Subhaanakallahumma wa bi hamdika wa tabaarokasmuka wa ta’ala jadduka wa laa ilaha ghoiruk (artinya: Maha suci Engkau ya Allah, aku memuji-Mu, Maha berkah Nama-Mu. Maha tinggi kekayaan dan kebesaran-Mu, tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar selain Engkau).” Lalu beliau mengucapkan, “Allahu akbar kabiiro”. Kemudian membaca, “A’udzu billahis samii’il ‘aliim, minasy syaithoonir rojiim min hamzihi wa nafkhihi wa naftsih (artinya: aku berlindung kepada Allah Yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui dari gangguan syaitan yang terkutuk, dari kegilaannya, kesombongannya, dan nyanyiannya yang tercela).” (HR. Tirmidzi no. 242 dan Abu Daud no. 775. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Coba perhatikan dengan seksama perkataan Imam Asy Syaukani, “Berbagai hadits yang membicarakan tentang perintah membaca ta’awudz, maka jika diperhatikan bahwa bacaan tersebut hanya ada di raka’at pertama. Sedangkan ada pendapat dari Al Hasan Al Bashri, ‘Atho’, Ibrahim An Nakho’i yang menganjurkan membaca pada setiap raka’at. Karena mereka berdalil dengan keumuman ayat (yang artinya), “Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.” (QS. An Nahl: 98). Tidak ragu lagi bahwa ayat tersebut menunjukkan perintah membaca ta’awudz sebelum membaca Al Qur’an.
Ayat tersebut berlaku umum untuk di luar atau di dalam shalat. Sedangkan ada berbagai dalil yang menunjukkan larangan berbicara ketika shalat tanpa dibedakan untuk ta’awudz dan lainnya yang tidak ada dalil khusus. Hati-hatinya adalah mencukupkan dengan apa yang disebutkan dalam hadits yaitu ta’awudz dibaca pada rakaat pertama saja.” (Nailul Author terbitan Dar Ibnul Qayyim, 3: 77).
Begitu juga dalam keterangan hadits lainnya menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam langsung membaca Al Fatihah ketika bangkit dari rakaat kedua. Dari Abu Hurairah, ia berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا نَهَضَ مِنَ الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ اسْتَفْتَحَ الْقِرَاءَةَ بِ (الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ) وَلَمْ يَسْكُتْ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bangkit ke rakaat kedua, beliau memulai dengan membaca ‘alhamdulillahi robbil ‘aalamiin … ‘. Belum tidak diam sejenak sebelum itu.” (HR. Muslim no. 599). Imam Asy Syaukani berkata, “Hadits di atas menunjukkan bahwa tidak disyari’atkan untuk diam sebelum memulai bacaan di rakaat kedua. Begitu pula tidak disyariatkan untuk membaca ta’awudz pada rakaat kedua. Rakaat selanjutnya sama dengan hukum rakaat kedua.” (Nailul Author, 3: 233) Ibnu Taimiyah berkata, “Jika seseorang meninggalkan membaca ta’awudz di rakaat pertama, maka hendaklah ia membacanya di raka’at kedua.” (Kitab Shifatish Shalah min Syarhil ‘Umdah karya Ibnu Taimiyah, hal. 97).
Demikian Sahabat Muslim, semoga Allah memberikan taufiq kepada kita.
Sumber Referensi :
- http:// https://rumaysho.com/7021-apakah-membaca-taawudz-dalam-shalat-pada-setiap-rakaat.html
- https://carasholat.com/250-tuntunan-bacaan-sholat-bacaan-taawudz-dan-basmalah.html
- Sifat Shalat Nabi, Syaikh Muhammad Al-Utsaimin, Penerbit Ummul Qura, Hal.119