Duduk diantara dua sujud | Kangdede.web.id – Setelah melakukan Sujud, tata cara shalat selanjutnya adalah bangun dari sujud dengan membaca takbir tanpa mengangkat kedua tangan, kemudian duduk diantara dua sujud seukuran lamanya sujud.
Daftar Isi
Bertakbir pada saat bangun dari sujud
Bertakbir pada saat bangun dari sujud dan kemudian hendak sujud setelah duduk berdasarkan dalil dari hadits Abu Hurairah,
كان رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم إذا قام الى الصلاةِ ، يُكبِّرُ حين يقومُ ، ثم يُكبِّرُ حين يركعُ ، ثم يقولُ: سَمِعَ اللهُ لمن حمدَه. حين يرفعُ صُلبَه من الركعةِ ، ثم يقولُ وهو قائمٌ: ربنا ولك الحمدُ . قال عبدُ اللهِ: ولك الحمدُ. ثم يُكبِّرُ حين يَهْوي، ثم يُكبِّرُ حين يرفعُ رأسَه ، ثم يُكبِّرُ حين يسجدُ ، ثم يُكبِّرُ حين يرفعُ رأسَه ، ثم يفعلُ ذلك في الصلاةِ كلِّها حتى يَقضيها
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wassalam ketika shalat, beliau bertakbir saat berdiri, kemudian bertakbir ketika akan rukuk dan mengucapkan: ‘sami’allahu liman hamidah’, yaitu ketika ia mengangkat punggungnya dari ruku. Dan ketika sudah berdiri beliau mengucapkan ‘rabbanaa wa lakal hamd’. Kemudian beliau bertakbir ketika akan bersujud. Kemudian bertakbir ketika mengangkat kepalanya (bangun dari sujud). Kemudian beliau bertakbir lagi ketika akan bersujud. Kemudian bertakbir lagi ketika mengangkat kepalanya (bangun dari sujud). Kemudian beliau melakukan hal itu dalam semua rakaat hingga selesai shalat” (HR. Al Bukhari 789).
Tidak Mengangkat Tangan Ketika Bangun dari Sujud
Pada saat bangun dari sujud untuk duduk diantara dua sujud kita tidak mengangkat tangan, hal ini berdasarkan hadist Al-Bukhari yaitu Sâlim bin Abdillah bin Umar rahimahullah menyampaikan dari bapaknya Radhiyallahu anhu yang berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ إِذَا افْتَتَحَ الصَّلاَةَ، وَإِذَا كَبَّرَ لِلرُّكُوعِ، وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ، رَفَعَهُمَا كَذَلِكَ أَيْضًا، وَقَالَ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، رَبَّنَا وَلَكَ الحَمْدُ، وَكَانَ لاَ يَفْعَلُ ذَلِكَ فِي السُّجُودِ “
Sesungguhnya Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu mengangkat kedua tangannya sejajar dengan kedua bahunya apabila memulai shalat dan ketika bertakbir untuk ruku’ dan ketika mengangkat kepala dari ruku’ Beliau juga mengangkat keduanya dan mengucapkan, “Sami’allâhu liman hamidah rabbanâ wa lakal hamdu” dan Beliau tidak melakukan hal itu dalam sujudnya.” [HR. Al-Bukhâri]
Pada setiap rakaat dalam shalat memang kita melakukan dua kali sujud dengan duduk iftirasy diantara dua sujud tersebut. Lalu bagaimana posisi duduk diantara dua sujud tersebut?
Posisi Duduk Diantara Dua Sujud
Posisi duduk diantara sujud ini ada dua macam, yaitu duduk iftirasy atau duduk iq’a. Berikut penjelasannya.
Duduk Iftirasy
Membentangkan kaki kiri, yaitu menjadikan kaki kiri sebagai hamparan
Menegakkan kaki kanan dari sisi kanan, bukan menegakkan betis ataupun paha. Betis dan paha berada pada posisi rebah
Menempatkan jari-jari kaki kanan di tanah dan tumit di atas, sementara kaki kiri, punggung telapak kaki kiri menempel di tanah dan telapk kaki bagian dalamnya mengarah ke atas.
Tata cara duduk iftirasy ini disebutkan dalam hadits Abu Humaid As Sa’idiy disebutkan
ثُمَّ ثَنَى رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَقَعَدَ عَلَيْهَا ثُمَّ اعْتَدَلَ حَتَّى يَرْجِعَ كُلُّ عَظْمٍ فِى مَوْضِعِهِ مُعْتَدِلاً ثُمَّ أَهْوَى سَاجِدًا
“Kemudian kaki kiri dibengkokkan dan diduduki. Kemudian kembali lurus hingga setiap anggota tubuh kembali pada tempatnya. Lalu turun sujud.”(HR. Tirmidzi no. 304 dan Abu Daud no. 963, 730. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).
Duduk iftirasy juga sebagaimana ditunjukkan oleh hadits Maimunah bintu al-Harits radhiyallahu anha yang dikeluarkan oleh al-Imam Muslim rahimahumullah no. 1108. Demikian pula hadits Aisyah radhiyallahu anha yang menyebutkan,
وَكَانَ يَفْتَرِشُ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَيَنْصِبُ رِجْلَهُ الْيُمْنَى
“Beliau menjulurkan ( telapak) kaki kirinya dan menegakkan (telapak) kaki kanannya.”(HR. Muslim no. 1110)
Abdullah ibnu Umar radhiyallahu anhu berkata,
مِنْ سُنَّةِ الصَّلاَةِ أَنْ تَنْصِبَ الْقَدَم الْيُمْنَى
“Termasuk sunnah shalat adalah menegakkan telapak kaki yangkanan, menghadapkan jari-jemari kaki ke arah kiblat, dan duduk diatas kaki kiri.” (HR. an-Nasa’i no. 1157, 1158, dinyatakan sahih dalam Shahih Sunan an-Nasa’i dan al-Irwa’ no. 317)
Duduk Iq’a
Selain duduk iftirasy, duduk diantara dua sujud juga dapat dilakukan dengan cara duduk iq’a. Duduk Iq’a ini adalah menegakkan kedua kaki di atas kedua tumit kaki. sebagaimana dalam hadits Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma Thawus pernah bertanya kepada Ibnu Abbas radhiyallahu anhu tentang iq’a di atas dua tumit, maka beliau menjawab bahwa duduk seperti itu sunnah. (HR. Muslim no. 1198)
Thawus rahimahumullah berkata, “Aku melihat tiga Abdullah: Ibnu Umar, Ibnu Abbas, dan Ibnuz Zubair melakukannya.” Ini dilakukan pula oleh Salim, Nafi’, Thawus, Atha’, dan Mujahid. Al-Imam Ahmad radhiyallahu anhu menyatakan pula, “Penduduk Kufah melakukannya.” (al-Isyraf‘alaMadzahibil‘Ulama, 2/35—36)
Tata cara duduk iq’a ditunjukkan oleh riwayat al-Baihaqi. Disebutkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menegakkan dua tumit beliau dan bagian dalam (yang dipakai untuk menapak) kedua telapak kaki atau duduk bertumpu di atas ujung-ujung jari kedua kaki. Duduk iq’a ini diamalkan oleh kebanyakan salafus shalih. At-Tirmidzi rahimahumullah menerangkan, “Sebagian ahlul ilmi dari kalangan sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpegang dengan hadits ini (hadits Ibnu Abbas), sehingga mereka memandang tidak apa-apa duduk iq’a. Ini adalah pendapat sebagian penduduk Makkah dari kalangan ahli fikih dan ilmu.” (Sunan at-Tirmidzi, kitabash-Shalah, bab“Fi ar-Rukhshah fil Iq’a”)
Posisi Tangan pada Saat Duduk Diantara Dua Sujud
Posisi tangan pada saat duduk diantara dua sujud ini ada masalah khilaf (perbedaan pendapat) di kalangan ahli fiqih. Namun yang lebih mendekati sunnah adalah : Meletakkan telapak tangan kiri dengan jari-jari rapat dan lurus di atas paha kiri. Meletakkan telapak tangan kanan di atas paha kanan atau di ujung lutut, mengganggam tiga jari (jari kelingking jari manis dan jari tengah), meletakkan jari tengah dengan ibu jari, atau boleh juga menggenggam jari kelingking, jari manis dan melingkarkan jari tengah dengan ibu jari sehingga membentuk lingkaran, mengangkat jari telunjuk, menggerakkan jari telunjuk; bukan terus digerakkan dan bukan terus diam, melainkan cukup berisyarat ketika berdo’a.
Ibnu Qayim rahimahullah berkata, “Kemudian beliau (Nabi shallallahu alaihi wa sallam) biasanya bangun mengangkat kepalanya (dari sujud) seraya bertakbir tanpa mengangkat kedua tangannya, beliau bangun dari sujud mengangkat kepalanya sebelum kedua tangannya, kemudia dia duduk secara iftirasy, merebahkan kaki kirinya dan duduk di atasnya seraya menegakkan kaki kanannya. An-Nasai menyebutkan riwayat dari Ibnu Umar, dia berkata,
من سنة الصلاة : أن ينصب القدم اليمنى ، واستقباله بأصابعها القبلة ، والجلوس على اليسرى ولم يحفظ عنه صلى الله عليه وسلم في هذا الموضع جلسة غير هذه .
“Di antara sunah shalat adalah menegakkan telapak kaki kanan dan menghadapkan jari jemari kaki ke arah kiblat, lalu duduk di atas telapak kaki kirinya.”
Sunah menunjukkan tangan kanan digenggam
Tidak ada riwayat bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam posisi ini melakukan duduk selain dengan cara seperti itu.
Beliau meletakkan kedua tangannya di atas kedua pahanya dan menjadikan sikutnya berada di atas pahanya, sementara ujung jarinya berada di atas kedua lututnya, beliau menggenggam dua jarinya lalu melingkarkan, kemudian beliau mengangkat jarinya berdoa dengannya dan menggerak-gerakkannya. Demikianlah yang dikatakan oleh Wail bin Hujur, kemudian beliau membaca saat duduk di antara dua sujud,
اللهم اغفر لي وارحمني واجبرني واهدني ، وارزقني
“Ya Allah, ampuni aku, sayangi aku, tutuplah lukaku, berilah aku petunjuk dan berilah aku rizki.”
Demikianlah sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Abbas radhiallahu anhuma dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Sedangkan Huzaifah menyebutkan riwayat bahwa beliau bersabda,
رب اغفر لي ، رب اغفر لي
“Ya Rabb, ampunilah aku, ya Rabb, ampunilah aku.” (Zadul Ma’ad, 1/230)
Syekh Ibnu Utsaimain rahimahullah berkata, “Adapun tangan kiri; hendaknya dibuka dengan merapatkan jari jemarinya menghadap kiblat, sementara ujung sikut diletakkan di pangkal paha, maksudnya tidak direnggangkan, tapi ditempelkan ke paha.
Adapun tangan kanan, sunah menunjukkan bahwa jari kelingking dan jari manis digenggam, sedangkan ibu jari dan jari tengah dibentuk lingkaran, sementara jari telunjukan ditegakkan dan digerakkan saat berdoa. Demikianlah seperti disebutkan dalam riwayat Imam Ahmad dari hadits Wail bin Hujr dengan sanad yang dikatakan oleh pengarang kitab ‘Al-Fath Ar-Rabbani’ sebagai sanad yang baik. Al-Mahsy berkata tentangnya dalam kitab Zadul Ma’ad bahwa dia adalah adalah sanad shahih. Pendapat inilah yang diambil oleh Ibnu Qayim.
Posisi Tangan Kanan Yang Mendekati Sunnah
Adapun kalangan ahli fiqih berpendapat bahwa telapak tangan kanan diletakkan terbuka saat duduk di antara dua sujud, seperti halnya telapak tangan kiri. Akan tetapi mengikuti sunah lebih utama. Tidak terdapat riwayat dalam sunah, apakah dalam hadits shahih, dhaif, tidak juga hadits hasan yang menyatakan bahwa telapak tangan kanan diletakkan secara terbuka di atas kaki kanan.
Yang ada riwayatnya adalah digenggam, yaitu menggenggam jari kelingking dan jari manis, lalu membuat lingkaran dengan ibu jari dan jari tengah, atau jari tengah juga digenggamkan bersama dengan ibu jarinya jika duduk dalam shalat.
Demikianlah riwayatnya bersifat umum. Dalam sebagian redaksi hadits disebutkan, ‘Ketika duduk tasyahud’ Keduanya terdapat dalam Shahih Muslim. Jika kita ambil riwayat ‘Jika duduk dalam shalat’ maka kita katakan bahwa hal ini bersifat umum dalam semua posisi duduk. Adapun ucapan ‘Jika duduk dalam tasyahud’ dalam sebagian riwayat, maka hal itu tidak menunjukkan adanya pengkhususan, karena kita memiliki kaidah yang disebut pada ahli ushul, dan di antara yang selalu menyebutnya adalah Asy-Syaukani dalam kitabnya ‘Nailul Authar’ dan Asy-Syinqithy dalam kitab ‘Adhwa’ul Bayan’ yaitu bahwa jika disebutkan sebagian dari perkara umum dengan hukum yang sesuai dengan hukum yang umum, maka hal itu tidak menunjukkan pengkhususan, karena pengkhususan adalah menyebutkan sebagian perkara yang umum dengan hukum yang berbeda untuk perkara umum tersebut.
Takhshish (pengkhususan) hadist
Misal pertama, saya katakan kepada anda, ‘Muliakan para pelajar’ Ucapan ini berlaku umum untuk semua pelajar. Kemudian saya katakan, ‘Muliakan si fulan dari kalangan pelajar’ Apakah hal ini menunjukkan bahwa saya tidak memuliakan selain pelajar tersebut?’ Tidak! Akan tetapi hal ini menunjukkan adanya perhatian terhadap dia sehingga disebut secara khusus.
Contoh kedua, ‘Muliakan para pelajar’ Kemudian saya katakan, ‘Jangan muliakan si fulan dari kalangan pelajar’ inilah yang disebut takhshish (pengkhususan). Karena pada kalimat pertama saya menyebutkan si fulan dengan hukum yang sama dengan hukum yang umum, karena dia termasuk bagian yang umum itu. Adapun sekarang saya sebutkkan dengan hukum yang berbeda dengan hukum yang berlaku untuk umum.
Karena itu mereka berkata tentang definisi takhshish (pengkhususan), “Pengkhususan sebagian anggota umum dengan hukum yang berbeda” atau “Mengeluarkan sebagian anggota umum dari hukum (yang berlaku)” Maka dia mesti berbeda. Adapun jika hukumnya sesuai dengan hukum yang berlaku untuk umum, maka mayoritas ahli ushul fiqih, sebagaimana dinyatakan oleh pengarang kitab Adhwa’ul Bayan, berpendapat bahwa perkara ini tidak berlaku sebagai pengkhususan. Inilah yang kuat sebagaimana telah kami sebutkan dalam contoh yang kami sebutkan. Karena itu, sebagian dari redaksi hadits Ibnu Umar yang mengkhususkan menggenggam dalam tasyahhud tidak menunjukkan pengkhususan dari sebagian redaksi yang menunjukkan atas umum.” (Asy-Syarhul Mumti (3/177)
Demikian Sahabat muslim, tata cara duduk diantara dua sujud yang bisa kita telaah dan pelajari bersama. Semoga Allah subhanahu awata’ala memberikan taufiq serta hidayahnya kepada kita.. amiin.
Referensi :
- https://islamqa.info/id/answers/107626/apakah-saat-duduk-di-antara-dua-sujud-kedua-telapak-tangan-digenggam-dan-memberi-isyarat-dengan-telunjuk
- https://islamqa.info/id/answers/104434/bagaimana-duduknya-orang-yang-tidak-dapat-duduk-iftirasy-dalam-shalat
- https://persis.or.id/duduk-iftirasy-pada-shalat-dua-rakaat
Sifat Shalat Nabi, Karya Syaikh Muhammad Al-Utsaimin. Penerbit Ummul Qura