Sesudah kita bangkit dari ruku’ seraya mengucapkan “sami’allahuliman Hamidah” langkah selanjutnya adalah kita berdiri tegak (i’tidal). Bagaimana posisi badan pada saat I’tidal ini? dan apa saja bacaan ketika berdiri I’tidal?
Daftar Isi
Posisi Tangan Ketika Berdiri I’Tidal
Ketika berdiri I’tidal yakni berdirinya sesudah ruku’ dan sebelum sujud, maka kita disunnahkan meletakkan kedua tangan seperti pada saat sebelum ruku’.
Menurut Syaikh Muhammad Al-Utsaimin, bahwa sebagian ahlul ilmi yang berkata ” kedua tangan dilepas, tidak diletakkan di dada. Pendapat ini tidak didukung hujjah dari Rasulullah Shalallahu Alaihiwasalam”. Ada pula sebagian ulama yang menyatakan bahwa kita boleh memilih antara meletakkan tangan didada atau boleh juga melepasnya. Maka ketika terjadi perbedaan pendapat, seharusna As-Sunnah Rasulullah lah yang menjadi penentu keputusan.
As-Sunnah menunjukkan bahwa kita meletakkan tangan di posisi seperti saat sebelum kita ruku’. Artinya setelah rukuk, kita mendekap tangan didada. Dalilnya adalah hadist riwayat Al-Bukhari dalam kitab Shahih-nya dari Sahal bin Sa’ad RA, ia berkata, “orang-orang diperintahkan untuk meletakkan tangan kanan diatas lengan kiri ketika shalat” (HR. Al Bukhari 740)
Wajhud-dilalah (aspek dalil) dari hadist diatas adalah pengamatan dan penelitian. Sahal bin Sa’ad berkata “orang-orang diperintahkan untuk meletekkan tangan kanan diatas lengan kiri didalam shalat” ini mencakup seluruh shalat, kecuali bagian-bagian yang dikecualikan oleh sunah, yaitu pada saat rukuk, sujud, dan duduk. Sebab pada saat ruku, kedua tangan diletakkan diatas lutut; pada saat sujud kedua tangan diletakkan ditanah/lantai dan pada saat duduk, kedua tangan diletakkan diatas paha atau lutut. Dengan demikian, pada saat berdiri sebelum dan setelah ruku’ posisi tangan termasuk dalam keumuman perkataan Sahal bin Sa’ad.
Maka kesimpulannya adalah meletakkan tangan ketika berdiri i’tidal sesudah ruku’ lebih mendekati as-sunnah dengan dalil seperti tersebut diatas.
Bacaan Ketika Berdiri I’Tidal Sesudah Ruku’
Ada beberapa hadist yang menerangkan mengenai bacaan ketika berdiri i’tidal sesudah ruku’ ini, antara lain :
Bacaan yang disebutkan dalam hadits Abu Hurairah, Anas bin Malik diriwayatkan oleh AlBukhari dan hadits Abu Sa’id AlKhudry yang diriwayatkan oleh Muslim
Arab :
رَبَّنَا لَكَ اْلحَمْدُ
Latin : “Rabbana lakal hamd“
Artinya : “Wahai Tuhan kami, (hanya) untukMu lah (segala) pujian “ (HR. al-Bukhari no. 722)
Bacaan yang disebutkan dalam hadits Abu Hurairah, Anas bin Malik, yang diriwayatkan oleh Muslim
Arab : رَبَّنَا وَ لَكَ اْلحَمْدُ
Latin : “Rabbana walakal hamd”
Artinya : “Wahai Tuhan kami kabulkanlah dan (hanya) untukMu (segala) pujian “ (HR. al-Bukhari no.732 no.689 dan Muslim no.866 dari Abu Hurairah)
Bacaan yang disebutkan dalam hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh AlBukhari dan Muslim
Arab : اللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ اْلحَمْدُ
Latin : “Allahumma Rabbana lakal hamd“
Artinya : “Yaa Allah Tuhan kami, (hanya) untukMu lah (segala) pujian “ (HR. Bukhori No: 796 Muslim no. 902 dari Abu Musa al-Asy’ari)
Bacaan yang disebutkan dalam lafadz yang lain yang diriwayatkan oleh AlBukhari
Arab : اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَ لَكَ اْلحَمْدُ
Latin : “Allahumma rabbana walakal hamd“
Artinya : “Yaa Allah Tuhan kami kabulkanlah, dan (hanya) untukMu lah (segala) pujian “ (HR. Bukhori No: 795)
Bacaan yang disebutkan dalam hadits Rifa’ah bin Raafi’ AzZuroqiy yang diriwayatkan oleh AlBukhari
Arab : رَبَّنَا وَلَكَ اْلحَمْدُ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ
Latin : “Rabbana walakal hamdu hamdan katsiraan thayiban mubaarokan fih“
Artinya : “Wahai Tuhan kami, (hanya) untukMu lah (segala) pujian yang banyak, baik, dan diberkahi padanya” (HR. Bukhori No: 799 dari hadits Rifa’ah ibnu Rafi’)
Bacaan yang disebutkan dalam hadits Abdillah Ibn Abi Aufa yang diriwayatkan Muslim
Arab :
اللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ اْلحَمْدُ مِلْءَ السَّمَاوَاتِ وَمِلْءَ اْلأَرْضِ وَمِلْءَ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ
Latin : Allaahumma robbanaa lakal hamdu, mil-us samaawaati, wa mil-ul ardli, wa mil-u maa syi’ta min syai-in ba’du
Artinya : “Yaa Allah Tuhan kami (hanya) untukMu lah (segala) puji sepenuh langit dan sepenuh bumi dan sepenuh segala sesuatu sesuai KehendakMu setelahnya “ (HR. Muslim no. 1067 dari hadits Abdullah ibnu Abi Aufa)
Bacaan yang disebutkan dalam hadits Abi Sa’id al-Khudry yang diriwayatkan Muslim
Arab :
اَللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ، مِلْءُ السَّمَاوَاتِ وَمِلْءُ الْأَرْضِ، وَمَا بَيْنَهُمَا، وَمِلْءُ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ، أَهْلَ الثَّنَاءِ وَالْمَجْدِ، لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ، وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ، وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ
Latin : Allaahumma robbanaa lakal hamdu, mil-us samaawaati, wa mil-ul ardli, wa maa bainahumaa, wa mil-u maa syi’ta min syai-in ba’du, ahlats tsanaa-i wal majdi, laa maani’a limaa a’toita, wa laa mu’tiya limaa mana’ta, wa laa yanfa’u dzal jaddi minkal jaddu
Artinya :
“Ya Allah, ya Tuhan kami, bagi-Mu segala puji, sepenuh langit, sepenuh bumi, dan apa yang ada di antara keduanya, sepenuh apapun yang Engkau kehendaki setelah itu. Yang berhak disanjung dan dimuliakan. Tidak ada yang dapat menghalangi apa yang akan Engkau berikan, tidak ada yang dapat memberikan apa yang Engkau tahan, dan tidak bermanfaat suatu kekayaan, terhadap orang yang memiliki kekayaan, dari keputusan-Mu” (HR. Muslim No 478 & no 1072 dari Ibnu Abbas)
Demikian Sahabat Muslim, bacaan pada saat i’tidal yang bisa dibaca secara berganti-gantian. Misalnya pada shalat subuh, membaca bacaan A, pada shalat dhuhur membaca doa iftitah lainnya. Semoga bermanfaat..
Referensi :
Sifat Shalat Nabi Karya Shaikh Muhammad Al-Utsaimin, Penerbit Ummul Qura’