Tata Cara Qurban Idul Adha (1)

Tata Cara Qurban Idul Adha Bag 1 | Kangdede – Bismillah, alhamdulillah hanya dengan pertolongan dari Allah subhaanahu wa ta’ala saja Kangdede masih  bisa menuliskan informasi yang mudah-mudahan bermanfaat bagi pengunjung blog ini. Pada bagian pertama mengenai Tata Cara Qurban Idul Adha, kita akan mengetahui mengenai Defini, Dalil Disyariatkannya Qurban, Hukum Qurban dan Keutamaan Qurban.

Definisi, Hukum dan Keuatamaan Qurban

A. Definisi Qurban

Iedul Adha (bahasa Arab: عيد الأضحى) adalah salah satu hari raya Islam. Pada hari ini diperingati peristiwa kurban, yaitu ketika Nabi Ibrahim, yang bersedia untuk mengorbankan putranya untuk Allah, kemudian sembelihan itu digantikan oleh-Nya dengan domba.

Pada hari raya ini, umat Islam berkumpul pada pagi hari dan melakukan salat Ied bersama-sama di tanah lapang atau di masjid, seperti ketika merayakan Idulfitri. Setelah salat, dilakukan penyembelihan hewan kurban, untuk memperingati perintah Allah kepada Nabi Ibrahim yang menyembelih domba sebagai pengganti putranya.

Ieduladha jatuh pada tanggal 10 bulan Dzulhijjah, hari ini jatuh persis 70 hari setelah perayaan Idulfitri. Hari ini juga beserta hari-hari Tasyrik diharamkan puasa bagi umat Islam.

Di Negeri kita, istilah Qurban yang dilaksanakan pada hari raya Iedul Adha ini sudah biasa dipahami oleh semua lapisan masyarakat. Namun sebenarnya Istilah syar’i untuk qurban ini adalah berasal dari kata Udhiyyah. 
Al-Qadhi rahimahullah menjelaskan: “Disebut demikian karena pelaksanaan (penyembelihan)
ُ (dhuha) yaitu hari mulai siang.”‬

Adapun definisinya secara syar’i, dijelaskan oleh Al-‘Allamah Abu Thayyib Muhammad Syamsulhaq Al-‘Azhim Abadi dalam kitabnya ‘Aunul Ma’bud (7/379): “Hewan yang disembelih pada hari nahr (Iedul Adha) dalam rangka taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah.” (Lihat Al-Majmu’ 8/215, Syarah Muslim 13/93, Fathul Bari 11/115, Subulus Salam 4/166, Nailul Authar 5/196, ‘Aunul Ma’bud 7/379, Adhwa`ul Bayan 3/470)

Dalil Disyariatkannya Qurban

Adapun dalil disyariatkan penyembelihan hewan qurban ini berasal dari Alqur’an, hadis dan kesepakatan para ulama, sebagai berikut :

“Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu dan sembelihlah hewan qurban.” (Al-Kautsar: 2). Di antara tafsiran ayat ini adalah “berqurbanlah pada hari raya Idul Adha (yaumun nahr)”. Tafsiran ini diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Thalhah dari
Ibnu ‘Abbas, juga menjadi pendapat ‘Atha’, Mujahid, dan jumhur (mayoritas) ulama.

Selain dalil Alqur’an diatas, ada dasar  hadits Al-Bara` bin ‘Azib yang dijadikan sandaran dalam ibadah Qurban. “Sesungguhnya yang pertama kali kita mulai pada hari ini adalah shalat. Kemudian kita pulang lalu menyembelih hewan qurban. Barangsiapa berbuat demikian maka dia telah sesuai dengan sunnah kami, dan barangsiapa yang telah menyembelih sebelumnya maka itu hanyalah daging yang dia persembahkan untuk keluarganya, tidak termasuk ibadah nusuk sedikitpun.” (HR. Al-Bukhari no. 5545 dan Muslim no. 1961/7).

Demikian pula dengan hadits Anas bin Malik: 

“Rasulullah berqurban dengan dua ekor kambing putih kehitaman yang bertanduk. Beliau sembelih sendiri dengan tangannya. Beliau membaca basmalah, bertakbir, dan meletakkan kakinya di sisi leher kambing tersebut.” (HR. Al-Bukhari no. 5554 dan Muslim no. 1966, dan lafadz hadits ini milik beliau)

Adapun ijma’ ulama, dinukilkan kesepakatan ulama oleh Ibnu Qudamah Al-Maqdisi dalam Asy-Syarhul Kabir (5/157) -Mughni-, Asy-Syaukani dalam Nailul Authar (5/196) dan Asy-Syinqithi dalam Adhwa`ul Bayan (3/470), juga Asy-Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi dalam Fathur Rabbil Wadud (1/370). Para ulama hanya berbeda pendapat tentang wajib atau sunnahnya.

Hukum Qurban

Pendapat yang rajih dalam masalah hukum qurban adalah bahwa menyembelih qurban hukumnya sunnah muakkadah ( Yang amat dianjurkan). Ini adalah pendapat mayoritas ulama. Dalilnya adalah hadits Ummu Salamah, Rasulullah bersabda:
Apabila masuk 10 hari Dzulhijjah dan salah seorang dari kalian hendak menyembelih qurban maka janganlah dia mengambil (memotong) rambut dan kulitnya sedikitpun.” (HR. Muslim 1977/39)

Sisi pendalilannya, Rasulullah menyerahkan ibadah qurban kepada kehendak yang menunaikannya. Sedangkan perkara wajib tidak akan dikaitkan dengan kehendak siapapun. Menyembelih hewan qurban berubah menjadi wajib karena nadzar, berdasarkan sabda beliau:
Barangsiapa bernadzar untuk menaati Allah, maka hendaklah dia menaati-Nya.” (HR. Al-Bukhari no. 6696, 6700 dari Aisyah)

Keutamaan Ber Qurban

Tak diragukan lagi, qurban adalah ibadah kepada Allah dan pendekatan diri kepada-Nya. Qurban juga dilakukan dalam rangka mengikuti ajaran Nabi kita Muhammad. Kaum muslimin sesudah beliau pun melestarikan ibadah mulia ini. Tidak ragu lagi ibadah ini adalah bagian dari syari’at Islam. Hukumnya adalah sunnah muakkad (yang amat dianjurkan) menurut mayoritas ulama. Ada beberapa hadits yang menerangkan fadhilah atau keutamaannya, namun
tidak ada satu pun yang shahih. 

Ibnul ‘Arabi dalam ‘Aridhatil Ahwadzi (6:288) berkata, “Tidak ada hadits shahih yang menerangkan
keutamaan qurban. Segelintir orang meriwayatkan beberapa hadits yang ajiib (menakjubkan), namun sayang hadits tersebut tidaklah shahih.” (Fiqhul Udhiyah, hlm. 9.)

Hikmah Berqurban

  1. Qurban dilakukan dalam rangka bersyukur kepada Allah atas nikmat hayat (kehidupan) yang diberikan.
  2. Qurban dilaksanakan untuk menghidupkan ajaran Nabi Ibrahim—Kholilullah (kekasih Allah)—yang ketika itu Allah memerintahkan beliau untuk menyembelih anak tercintanya sebagai tebusan yaitu Ismail ketika hari an-nahr (Idul Adha).
  3. Agar setiap mukmin mengingat kesabaran Nabi Ibrahim dan Isma’il q, yang ini membuahkan ketaatan kepada Allah dan kecintaan kepada-Nya lebih dari diri sendiri dan anak. Pengorbanan seperti inilah yang menyebabkan lepasnya cobaan. Sehingga yang sebelumnya akan disembelih adalah Isma’il, akhirnya seekor dombalah yang disembelih. Jika setiap mukmin mengingat kisah ini, seharusnya mereka mencontoh dalam bersabar ketika melakukan ketaatan kepada Allah dan seharusnya mereka mendahulukan kecintaan Allah dari hawa nafsu dan syahwatnya.
  4. Ibadah qurban lebih baik daripada bersedekah dengan uang yang senilai dengan hewan qurban. Ibnul Qayyim ra berkata, “Penyembelihan yang dilakukan pada waktu mulia lebih afdal daripada sedekah senilai penyembelihan tersebut. Oleh karenanya jika seseorang bersedekah untuk menggantikan kewajiban penyembelihan pada manasik tamattu’ dan qiran (dalam ibadah haji) meskipun dengan sedekah yang bernilai berlipat ganda, tentu tidak bisa menyamai keutamaan qurban.”
  5. Qurban dilakukan untuk meraih takwa. Yang ingin dicapai dari ibadah qurban adalah keikhlasan dan
    ketakwaan. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :
    Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (QS. Al-Hajj: 37).

Alhamdulillah dengan izin Allah artikel mengenai Tata Cara Qurban Iedul Adha Bagian 1 ini terselesaikan. Semoga Allah memberikan kekuatan dan kesempatan kepada Kangdede untuk menulis artikel lanjutan mengenai tata cara qurban ini dikesempatan yang akan datang.

Referensi :

  1. Ebook “Belajar Qurban Sesuai Tuntunan Nabi” Muhammad Abduh Tuasikal
  2. Ebook “Fiqih Qurban” Ilmusyari.com