Pembagian Tauhid

Pembagian tauhid merupakan salah satu cara para ulama untuk mempermudah pemahaman bagi orang yang didakwahi maupun orang yang baru mengenal agama Islam. Karena beberapa bentuk pengajaran ilmu tauhid yang ada saat ini dan terjadi diberbagai daerah telah terjadi penyimpangan yang menyebabkan kesalahan fatal terutama penyimpangan aqidah seperti kaum musrikin pada jaman dahulu. Oleh karena itulah sahabat muslim semuanya, mari kita bersama memperdalam ilmu tauhid ini secara lengkap dan utuh, serta pemahaman atas tauhid itu sendiri yang terdiri dari tauhid rububiyah, uluhiyah dan asma wa sifat.

Kesalahan Mempelajari Tauhid

Adapun kesalahan penyampaian tauhid ini dapat saya sampaikan merujuk kepada beberapa buku, hadis maupun firman Allah Subhanahu wata’ala. Merujuk buku “Meniti Jalan Menuju Tauhid” yang disusun oleh Muhammad bin Jamil Zainu, seorang pengajar di Daarul Hadist al-khairiyah, Mekkah al-Mukaromah, beliau menyampaikan pada bagian pengantar berupa kisah perjalanan hidup, pada bagian ini Beliau menceritakan pernah mempelajari sebuah kitab tauhid yang berjudul “al-Hushun al-Hamidiyah”. Pada kitab tersebut, pengajaran tauhid hanya difokuskan kepada tauhid Rububiyyah, yaitu penetapan bahwa alam semesta ini memiliki pencipta dan tuhan.

Hal ini merupakan kesalahan besar yang menimpa banyak orang-orang islam, para penulis, perguruan tinggi maupun madrasah-madrasah yang mengajarkan ilmu syariat. Hal ini sama dengan kesalahan kaum kafir Quraisy jahiliyah pada jaman dahulu. Kaum musyrik itu mengenal Allah, mereka mengakui sifat-sifat rububiyyah-Nya yaitu Allah adalah pencipta, pemberi rezeki, yang menghidupkan dan mematikan, serta penguasa alam semesta. Namun, pengakuan ini tidak mencukupi mereka untuk dikatakan muslim dan selamat. Kenapa? Karena mereka mengakui dan beriman pada sifat-sifat rububiyah Allah saja, namun mereka menyekutukan Allah dalam masalah ibadah

Allah SWT berfirman :

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ ۖ فَأَنَّىٰ يُؤْفَكُونَ

Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: “Allah”, maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)? (Qur’an, Surat Az-Zukhruf Ayat 87)

Allah ta’ala juga berfirman,

قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمْ مَنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ

“Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab: “Allah”. Maka katakanlah “Mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?” (Quran, Surat Yunus [10] ayat 31)

Selain tauhid rububiyyah yang difokuskan dengan mengabaikan adanya tauhid uluhiyyah, kesalahan lain yang banyak dilakukan oleh kaum muslimin adalah tauhid sifat. Kebanyakan madrasah-madrasah, menurut Muhammad bin Jamil Zainu telah menakwilkan sifat-sifat Allah yang seharusnya tidak dilakukan.

Dengan alasan-alasan itulah, maka seharusnya kita seorang muslim harus belajar dengan sungguh-sungguh dalam memahami arti tauhid sebagaimana yang telah saya sampaikan pada artikel terdahulu Mengenal Arti Tauhid dan Pentingnya Mempelajari Tauhid Bagi Kita dan Keluarga

Pembagian Tauhid : Rububiyyah, Uluhiyyah, Asma’ Wa sifat

Pembagian tauhid yang populer di kalangan ulama adalah pembagian tauhid menjadi tiga yaitu :

  • Tauhid rububiyyah;
  • Tauhid uluhiyah; dan
  • Tauhid Asma’ wa shifat.

Pembagian tauhid menjadi tiga ini terkumpul dalam firman Allah dalam Al Qur’an:

رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيّاً

“Rabb (yang menguasai) langit dan bumi dan segala sesuatu yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?” (Maryam: 65).

Penjelasan firman Allah ta’ala tersebut adalah sebagai berikut :

  1. Dalam firman-Nya (رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ) (Rabb (yang menguasai) langit dan bumi) merupakan penetapan tauhid rububiyah.
  2. Dalam firman-Nya (فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ) (maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya) merupakan penetapan tauhid uluhiyah.
  3. Dan dalam firman-Nya (هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيّاً) (Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia?) merupakan penetapan tauhid asma’ wa shifat.

Tauhid Rububiyah

Tauhid rububiyah artinya mengesakan Allah subhanahu wa ta’ala di dalam penciptaan, dalam kepemilikan kerajaan, dan dalam pengaturan seluruh urusan.

Sejak zaman para nabi, manusia sudah mengamalkan Tauhid Rububiyah di dalam hati mereka. Bahkan kalangan kaum jahiliyyah dan musyrikin di Mekkah pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalaam pun sudah mengakui tauhid rububiyah ini! Sebagaimana yang Allah terangkan dalam Alqur’an dalam surah Az-Zukhruf 43:87 yang telah diterangkan diatas.

Dalil Alqur’an inilah yang menjadi keterangan bahwa sebenarnya kaum jahiliyyah dan kaum musyrikin di Mekkah yang menjadi target awal dakwah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alahi wassalaam sudah mengenal dan meyakini Allah sebagai pencipta mereka.

Bukti lain yang membuktikan bahwa mereka sudah mengakui tauhid rububiyah adalah pemberian nama ayah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalaam, yakni Abdullah “hamba Alllah“. Pemberian nama Abdullah ini diberikan beberapa puluh tahun sebelum nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalaam dilahirkan ke dunia.

Dari bukti-bukti ini maka akan muncul pertanyaan : Jika kaum jahiliyyah dan musyrik Mekkah sudah mengakui tauhid rububiyyah, lalu apa sebenarnya yang didakwahkan oleh nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi Wassalaam?

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam memperjuangan dakwah Tauhid Uluhiyyah, yang memerintahkan mereka agar hanya mengesakan Allah dalam hal ibadah, serta tidak menyekutukannya.

Tauhid Uluhiyyah

Tauhid uluhiyyah yakni mengesakan Allah subhanahu wa ta’ala di dalam hal ibadah.

Dalam setiap peribadahan, baik yang sifatnya lahir maupun bathin, kita wajib mengamalkannya hanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan bentuk ibadah yang sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya.

Sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

“Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.” ( Qur’an Surah Al-Fatihah ayat 5)

Bagian tauhid inilah yang terdapat banyak kesalahfahaman di kalangan umat Islam. Mereka mengaku bertauhid, akan tetapi melakukan ibadah untuk selain Allah, walaupun diniatkan sebagai perantara agar bisa semakin mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Padahal seseorang tidak dinamakan bertauhid sehingga dia meninggalkan peribadatan kepada selain Allāh, seperti berdo’a kepada selain Allāh, bernadzar untuk selain Allāh, menyembelih untuk selain Allāh.

Kenyataan seperti inilah yang terjadi di kalangan kaum musyrikin, dimana mereka menyembah berhala dan patung patung dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala, namun dengan cara yang sangat keliru. Hal ini Allah terangkan dalam Al-Qur’an :

أَلَا لِلَّهِ ٱلدِّينُ ٱلْخَالِصُ ۚ وَٱلَّذِينَ ٱتَّخَذُوا۟ مِن دُونِهِۦٓ أَوْلِيَآءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَآ إِلَى ٱللَّهِ زُلْفَىٰٓ إِنَّ ٱللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِى مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهْدِى مَنْ هُوَ كَٰذِبٌ كَفَّارٌ


“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.” (Qur’an Surat Az-Zumar ayat 3)

Mereka berfikir bahwa thagut yang mereka sembah itu bisa lebih mendekatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Padahal justru merekalah manusia yang paling sesat! Inilah yang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam perjuangkan hingga mendapatkan banyak perlawanan dan ancaman, yakni mendakwahkan Tauhid Uluhiyyah.

Tauhid Asma wa Sifat

Tauhid Asma wa Sifat adalah mengesakan Allah subhanahu wa ta’ala dengan apa-apa yang Allah memilikinya dengan nama tersebut, dan dengan apa-apa yang Allah sifati dengan sifat tersebut, yang ditetapkan di dalam Al-Qur’an dan Hadits.

Dalam keterangan Al-Qur’an dan Hadits Allah sudah menerangkan tentang nama dan sifat-Nya, yang hal ini harus diyakini dan kita imani tanpa melakukan takhrif, ta’thil dan takyif.

Takhrif : yaitu memalingkan makna dari ayat atau hadits yang menyebutkan tentang nama dan sifat Allah dari makna zhahir kepada makna lain yang bathil. Sebagai contoh, sifat “istiwa” (bersemayam) ditakhrif dan dipalingkan menjadi kata “istaula” (menguasai).

Ta’thil : yaitu menolak serta mengingkari sebagian dari sifat-sifat yang sudah Allah tetapkan. Sebagaimana keterangan yang menyebutkan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala berada di atas ‘arsy, mereka ingkari dan menganggap bahwa Allah ada dimana mana.

Takyif : yaitu menggambarkan tentang hakikat wujud dari Allah. Ketika Allah menyebut kata “wajah“, banyak yang men-takyif dan menggambarkan tentang hakikatnya. Padahal yang mengetahui bagaimana wajah Allah, hanya Allah subhanahu wa ta’ala yang mengetahuinya. Akan tetapi, “wajah” Allah tentu berbeda dengan wajah makhluk, karena sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala :

لَيْسَ كَمِثْلِهِۦ شَىْءٌ ۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ

“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat.” (Qur’an surah Asy-Syura ayat 11)

Selain pembagian tauhid menjadi 3 diatas, sebagian ulama juga ada yang membagi tauhid menjadi dua saja yaitu : tauhid dalam ma’rifat wal itsbat (pengenalan dan penetapan) dan tauhid fii thalab wal qasd (tauhid dalam tujuan ibadah). Jika dengan pembagian seperti ini maka tauhid rububiyah dan tauhid asma’ wa shifat termasuk golongan yang pertama sedangkan tauhid uluhiyah adalah golongan yang kedua.

Pembagian tauhid dengan pembagian seperti di atas merupakan hasil penelitian para ulama terhadap seluruh dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sehingga pembagian tersebut bukan termasuk bid’ah karena memiliki landasan dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Daftar Pustaka :