Tanah Negara

Tanah Negara | Kangdede.web.id – Pada kesempatan ini Kangdede ingin menuliskan beberapa catatan yang terkait dengan permasalahan pertanahan yang saat ini menjadi bidang pekerjaan Kangdede di sebuah perusahaan perkebunan milik BUMN.

Artikel yang menarik kangdede untuk segera menulis saat ini adalah mengenai tanah negara. Hal ini disebabkan karena banyak permasalahan yang menimpa BUMN, instansi pemerintah dan daerah yang menyangkut tanah dengan status Tanah Negara.

Artikel ini hanya sebuah pandangan pribadi, tidak mewakili institusi tempat bekerja dan tidak ada titipan apa-apa, dan bukan artikel sponsor :D. Jadi pembaca boleh mengambil manfaatnya tanpa perlu menyetujui atau tidak menyetujui isi artikel dibawah ini ya…

Definisi Tanah Negara

Untuk mendifinisikan tanah negara tentu kita membutuhkan rujukan yang terkait dengan pertanahan. Berikut ini adalah definisi atau pengertian tanah negara berdasarkan peraturan di Negara Republik Indonesia :

  1. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan tanah-tanah Negara: “tanah
    Negara ialah tanah yang dikuasai penuh oleh Negara “(Pasal 1 a);
  2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972 tentang Pelimpahan Wewenang
    Pemberian Hak Atas Tanah: tanah Negara adalah tanah yang langsung dikuasai oleh Negara
    sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 (Pasal 1 ayat 3);
  3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1973 tentang Ketentuan-Ketentuan
    Mengenai Tata Cara Pemberian Hak Atas Tanah: “tanah Negara adalah tanah yang langsung
    dikuasai oleh Negara seperti dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960″ (Pasal 1 butir 2);
  4.  Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah: “tanah Negara atau
    tanah yang dikuasai langsung oleh Negara adalah tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah” (Pasal 1 angka 3).
  5. Peraturan Menteri Negara Agraria / Badan Pertanahan Nasional No 9 Tahun 1999 Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan : “Tanah negara adalah tanah yang langsung dikuasi negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar-Dasar Pokok Agraria”
  6. Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah
    Terlantar; dimana pada Pasal 9 ayat (2) dan (3) dinyatakan bahwa penetapan tanah terlantar
    meliputi penetapan hapusnya hak (dalam hal “tanah hak”) dan sekaligus memutuskan
    hubungan hukum serta ditegaskan sebagai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara (dalam
    hal tanah hak dan juga tanah yang telah diberikan dasar penguasaan).
  7. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan
    Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara:
    tanah Negara adalah tanah yang langsung dikuasai Negara sebagaimana dimaksud dalam
    UUPA (Pasal 1 butir 2);
  8. Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala BPN No 7 Tahun 2017 tentang Pengaturan dan Tata Cara Penetapan Hak Guna Usaha ; Tanah Negara adalah tanah yang tidak dilekati dengan suatu hak atas tanah, bukan merupakan tanah ulayat Masyarakat Hukum Adat, bukan merupakan tanah wakaf, dan/atau bukan merupakan Barang Milik Negara/Daerah/Desa atau BUMN/BUMD.

Kesimpulan :

Dari Beberapa pengertian / definisi tanah negara diatas, maka Kangdede bisa menyimpulkan bahwa Tanah Negara adalah tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam hal tanah tersebut tidak dilekati suatu hak atas tanah, bukan tanah ulayat masyarakat hukum adat, bukan tanah wakaf, bukan BMN, Barang Milik Daerah/Desa atau BUMN/BUMD.

Negara dalam hal ini menguasai tanah, bukan memiliki. Seperti yang dikatakan oleh Yusril Ihsa Mahendra yang dikutip dari kompas.com :

“Bumi air dan kekayaan alam yang terdapat di dalamnya, dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Negara tidak memiliki, dia (hanya) menguasai, dia ngatur,” kata Yusril.

Penguasaan negara atas tanah dan segala isinya merupakan pengejawantahan Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 yang meyatakan bahwa bumi, air, dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu, pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara sebagai organisasi seluruh rakyat.

Pada Pasal 1 UU Pokok Agraria, hak menguasai dari negara atas tanah memberi wewenang kepadanya untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut. Selain itu juga menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.

Permasalahan :

Apabila suatu HGU telah habis jangka waktunya, siapakah pemilik dan kewenangan atas tanah tersebut dan apakah dapat dialihkan?

Pendapat :

  • Menurut Kangdede, hubungan subyek hukum dengan tanahnya ada 2 (dua) bentuk, yakni : (a) hubungan subyek dengan hak atas tanah dan (b) hubungan subyek dengan pemilikan dan penguasaan tanah.
    Menurut Pasal 18 ayat (1) PP No. 40 Tahun 1996, konsekuensi dari HGU yang hapus dan tidak diperpanjang atau diperbaharui itu adalah: (a) bekas pemegang hak wajib membongkar bangunan-bangunan dan benda-benda yang ada di atasnya; serta (b) menyerahkan tanah dan tanaman yang ada di atas tanah bekas HGU tersebut kepada negara dalam batas waktu yang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggungjawab di bidang keagrariaan/pertanahan (sekarang Kepala Badan Pertanahan Nasional).
  • Sedangkan apabila dilihat dari dimensi kepemilikan dan penguasaan tanah maka tanah tersebut masih dimiliki oleh pemegang hak semula, Dapat dilihat dalam Pasal 18 ayat (2) PP tersebut menyatakan, apabila bangunan, tanaman dan benda-benda sebagaimana dimaksud ayat (1) tersebut masih diperlukan untuk melangsungkan atau memulihkan pengusahaan tanahnya, maka kepada bekas pemegang hak diberikan ganti kerugian yang bentuk dan jumlahnya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
  • Dalam artian bahwa berakhirnya seuatu hak atas tanah, maka status tanah tersebut menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara (Tanah Negara), tapi terhadap tanah tersebut tidak berarti dapat bebas diberikan hak kepada pihak lain, karena diatas tanah tersebut masih tetap melekat kepentingan-kepentingan (hak keperdataan) atas asset dari bekas pemegang hak sebelumnya.
  • Apakah masih memungkinkan untuk mengalihkan tanah bekas HGU? Sesuai dengan asas nemo plus yuris yang dalam hal ini perlindungan terhadap pemegang hak, maka meskipun HGU yang sudah berakhir jangka waktunya berstatus sebagai tanah yang langsung dikuasai negara, namun tidak dengan sendirinya menghapuskan aset dari bekas pemegang hak sehingga aset tersebut dapat dialihkan tetapi bukan hak atas tanahnya.

Demikian artikel singkat ini, semoga membantu