Pengaturan dan Tata Cara Penetapan Hak Guna Usaha (Bagian 2)

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ, pada kesempatan yang lalu (Bagian 1) kita sudah mengentahui bagan alur permohonan HGU. Ada baiknya kita tampilkan lebih rinci lagi disini ya :

Didalam bagan alur tersebut kita ketahui bahwa hal pertama yang harus dilakukan sebelum memohon sesuatu hak atas tanah dalam hal ini tentu kita akan memohon Hak Guna Usaha, adalah mengetahui objek tanah yang akan diajukan. Objek tersebut berupa luas dan lokasi tanah yang akan dimohon.

Untuk mengetahui dua hal tersebut maka tentu saja kita akan ketahui dari Peta Bidang Tanah (PBT) yang diperoleh dari hasil proses pengukuran. Untuk permohonan pengukuran ini kita ajukan kepada Kantor Pertanahan yang nantinya akan ditindaklanjuti dengan proses pengukuran sesuai kewenangan yang dilihat dari luasan tanah yang akan diukur.

Dasar hukum pengukuran bidang tanah adalah Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Peraturan tersebut termasuk mengatur kewenangan pengukuran yaitu :

  • Untuk luas di bawah 10 Ha ada di Kantor Pertanahan
  • Luas lebih dari 10 Ha sampai dengan 100 Ha ada di Kantor Wilayah BPN
  • luas di atas 1000 Ha merupakan kewenangan BPN RI

Berdasarkan Pasal 18 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala BPN Nomor 7 Tahun 2017, permohonan pengukuran bidang tanah diajukan secara tertulis oleh pemohon melalui Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dimana lokasi tanah yang dimohon berada.

Adapun persyaratan yang harus dipenuhi atau dilampirkan didalam surat permohonan pengukuran antara lain :

  • Identitas Pemohon
  • Izin Lokasi
  • Bukti Perolehan Tanah atau alas hak
  • Surat Pernyataan Tidak Sengketa / Penguasaan Fisik yang diketahui oleh Kepala Desa setempat
  • Surat Pernyataan Pemasangan Tanda Batas yang dilampiri daftar koordinat tugu batas
  • Berita Acara Tata Batas (BATB) atau penegasan batas kawasan hutan apabila tanah yang dimohon berbatasan dengan kawasan hutan.
  • Surat Pernyataan atau klarifikasi atas penggunaan tanah oleh pihak lain apabila ada tanah yang dimanfaatkan oleh pihak lain.
  • Surat / Gambar Ukur ditanda tangani oleh masyarakat / instansi yang lokasinya berbatasan langsung dengan tanah yang diukur.
  • Surat Pernyataan Menerima Hasil Ukur

Sebelum dilakukan pengukuran, pemohon akan diberikan Surat Perintah Setor (SPS) Pemasukan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang besarnya sesuai dengan luasan yang dimohon pengukuran berdasarkan tarif PNBP yang diatur didalam PP No 128 Tahun 2015 Tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Agraria dan Tataruang / Badan Pertanahan Nasional.

Selain biaya PNBP tersebut diatas, berdasarkan Pasal 21 PP No 128 Tahun 2015 diatas, pemohon juga harus menanggung biaya operasional pengukuran antara lain biaya konsumsi, transfortasi dan akomodasi.

Setelah dilakukan pengukuran, BPN akan mengundang pemohon untuk dilakukan ekpose hasil pengukuran lahan sebelum diterbitkan Peta Bidang Tanah. Setelah ekpose pemohon diberikan kesempatan untuk memenuhi catatan atau kekurangan data administrasi yang masih dipersyaratkan oleh BPN. Apabila sudah tidak ada permasalahan atau kekurangan data, maka Peta Bidang Tanah segera diterbitkan oleh BPN.

Demikian Sobat, sedikit catatan yang bisa kangdede bagikan kepada Sobat semua. Semoga bermanfaat. Jazakumullah khairan atas kunjungannya..