Ketentuan Masuknya Bulan Ramadhan (Fiqih Puasa Ramadhan Bag 3)

Ketentuan Masuknya Bulan Ramadhan (Fiqih Puasa Ramadhan Bag 3) | Kangdede – Puasa ramadhan adalah ibadah yang telah ditentukan waktu dan tata caranya. Demikian pula kewajiban puasa dikenakan pada orang yang telah memenuhi syarat wajibnya puasa ramadhan.

Di Indonesia sendiri seringkali kita menyaksikan terdapat perbedaan dalam menentukan masuknya waktu bulan ramadhan atau menentukan awal ramadhan. Kenapa hal ini bisa terjadi?

Pada kesempatan yang berbahagia ini, Kangdede ingin mencoba memberikan sedikit informasi terkait ketentuan masuknya bulan ramadhan yang disarikan dari beberapa sumber.

Ketentuan Masuknya Bulan Ramadhan

Ketentuan Masuknya Bulan Ramadhan

Dalam menentukan masuknya bulan ramadhan, ada 2 metode yang bisa digunakan. Hal ini disandarkan pada hadis-hadis sahih yang bisa kita ikuti yaitu :

1. Berita Ru’yah Hilal dari Orang yang ‘Adl

Penentuan awal ramadhan dengan cara ru’yah hilal merupakan metode yang disepakati oleh para ulama. Hal ini berdasarkan hadis-hadis dibawah ini :

Ibnu Hajar kembali menyebutkan hadits dalam Bulughul Marom, yaitu hadits no. 652 dan 653. Haditsnya adalah sebagai berikut:

وَعَنِ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا [ قَالَ ]: سَمِعْتُ رَسُولَ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَقُولُ: – إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا, وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا, فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ وَلِمُسْلِمٍ: – فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا [ لَهُ ] . ثَلَاثِينَ .

وَلِلْبُخَارِيِّ: – فَأَكْمِلُوا اَلْعِدَّةَ ثَلَاثِينَ. وَلَهُ فِي حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – – فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ.

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian melihat hilal, maka berpuasalah. Jika kalian melihatnya lagi, maka berhari rayalah. Jika hilal tertutup, maka genapkanlah (bulan Sya’ban menjadi 30 hari).” (Muttafaqun ‘alaih).

“Rasulullah menetapkan perintah kepada kami agar kami beribadah berdasarkan hilal yang terlihat. Namun, jika kami tidak melihatnya dan terdapat dua saksi yang ‘adl yang menyaksikan hilal, kami pun beribadah berdasarkan persaksian keduanya.” (HR Abu Dawud dan ad-Daraquthni, dishahihkan oleh ad-Daraquthni dan al-Albani)

“Orang-orang berusaha melihat hilal. Aku (Ibnu Umar) kemudian memberitakan kepada Rasulullah bahawa aku melihatnya, lantas baginda menetapkan untuk berpuasa esoknya dan memerintahkan orang-orang untuk berpuasa.” (HR Abu Dawud, dishahihkan oleh Ibnu Hibban, al-Hakim dan al-Albani)

Disini dijelaskan bahwa penentuan awal dan akhir bulan ramadhan adalah terlihatnya hilal.

Hilal adalah bulan sabit muda pertama yang dapat dilihat setelah terjadinya konjungsi (ijtimak, bulan baru) pada arah dekat matahari terbenam yang menjadi acuan permulaan bulan dalam kalender Islam. Biasanya hilal diamati pada hari ke-29 dari bulan Islam untuk menentukan apakah hari berikutnya sudah terjadi pergantian bulan atau belum. Hilal juga merupakan bagian dari fase – fase bulan.

Sedangkan Al-‘Adl secara bahasa bermakna sesuatu yang lurus. Menurut istilah syariat, artinya orang yang melaksanakan kewajiban-kewajiban, tidak melakukan dosa besar, dan tidak terus menerus mengerjakan dosa kecil. Dengan ungkapan lain, ia adalah orang yang selamat (bersih) dari berbagai sebab kefasikan. Jadi, orang yang ‘adl adalah orang yang istiqamah agamanya dan tidak fasik. (Asy-Syarh al-Mumti’ 6/323-325, al-Imam Ibnu Utsaimin)

Penentuan mulainya puasa Ramadhan harus berdasarkan kepada persaksian ru’yah hilal dari seorang muslim yang ‘adl dan kuat penglihatannya. Orang kafir tidak memiliki sifat ini, sehingga persaksiannya tidak diterima. Demikian pula, seorang muslim yang tidak memiliki sifat ‘adl kerana dia fasik, persaksiannya tidak diterima.

Al-Imam asy-Syafi’i dan al-Imam Ahmad serta jumhur (majoriti) ulama berpendapat cukup persaksian satu orang muslim yang ‘adl untuk ru’yah hilal Ramadhan, sedangkan untuk ru’yah hilal bulan-bulan selain Ramadhan dipersyaratkan dua orang muslim yang ‘adl.

2. Menggenapkan bulan Sya’ban menjadi 30 hari

Dalam riwayat Muslim diatas juga disebutkan, “Jika hilal tertutup bagi kalian, maka genapkan bulan Sya’ban menjadi 30 hari.” Dalam riwayat Bukhari disebutkan, “Genapkanlah bulan Sya’ban menjadi 30 hari.”

Demikian pula dalam shahih Bukhari pada hadits Abu Hurairah disebutkan, “Genapkanlah bulan Sya’ban menjadi 30 hari.“

Jadi metode kedua dilakukan jika memang hilal tidak bisa terlihat adalah dengan menggenapkan bulan sya’ban menjadi 30 hari.

Terlepas dari penentuan 2 metode diatas, terdapat sebuah metode dengan menggunakan hisab.

Hisab adalah perhitungan secara matematis dan astronomis untuk menentukan posisi bulan dalam menentukan dimulainya awal bulan pada kalender Hijriyah.

Namun demikian hal ini masih menjadi polemik. Namun sebaiknya kita sebagai kaum muslimin telah diperintahkan Allah untuk mengikuti dan mencontoh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam seluruh syari’atnya. Demikian pula yang berkaitan dengan penentuan ibadah besar seperti puasa Ramadhan, Idul Fithri dan Haji. Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara tegas mengajarkan cara penentuannya dengan rukyat hilal (melihat hilal) dengan mata dan bila terhalang mendung atau yang sejenisnya maka dengan cara menyempurnakan bulan sya’ban 30 hari untuk Ramadhan atau Ramadhan 30 hari untuk Syawal

Demikian Sobat, ketentuan masuknya bulan Ramadhan dalam Islam. Semoga bisa menjadi pencerah bagi Sobat Kangdede semua. Sampai jumpa pada artikel selanjutnya.